BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Tikus
sawah (Rattus argentiventer : Robb & Kloss) merupakan salah satu
hama utama padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal panen.
Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap musim
tanam dengan kerusakan mencapai 15-20% tiap tahunnya (Anonim, 2011).Dalam usaha
mengatasi masalah tikus berbagai alternatif pengendalian telah dilakukan, baik
secara kultur teknis, fisik mekanik, maupun secara kimia. Sunarjo, (1992)
mengemukakan bahwa pengendalian hama tikus secara kimiawi merupakan alternatif
yang paling umum dilakukan karena hasilnya dapat segera terlihat dan mudah
diaplikasikan pada areal yang luas. Namun disisi lain juga, optimalisasi musuh
alami tikus masih kurang, karena musuh alami tikus seperti ular malah menjadi
objek buruan oleh para petani, sehingga hal ini juga berakibat meningkatkan
populasi tikus tersebut.
Sehingga dengan adanya fenomena – fenomena
tersebut perlu adanya penanggulan hama tikus secara efektif dan efisien dalam
bentuk PHT (Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu), pengendalian ini merupakan
pengendalian hama yang memang sudah dirancang secara terpadu untuk mengurangi
populasi hama secara tepat melalui beberapa tahap yang efektif dan efisien
sesuai aturan. Penerapan PHT ini diharapkan nantinya akan berdampak positif
dalam pengendalian terutama hama tikus yang akan kami bahas dalam makalah ini.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan hama tikus?
2. Apa
kerugian yang ditimbulkan oleh hama tikus?
3. Bagaimana
pengendalian hama tikus dengan komponen PHT?
1.3.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian hama tikus
2. Untuk
mengetahui kerugian yang ditimbulkan oleh hama tikus
3. Untuk
mengetahui cara pengendalian hama tikus dengan komponen PHT
BAB
II
PEMBAHASAN
3.1 Hama
Tikus
Tikus sawah
(Rattus argentiventer) merupakan hama
padi utama di Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir
terjadi setiap musim. Tikus menyerang semua stadium tanaman padi, baik
vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang
berarti. Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus,
sekitar 50 jenis di antaranya termasuk genera Bandicota, Rattus, dan Mus. Enam
jenis tikus lebih banyak dikenal karena merugikan manusia di luar rumah, yaitu:
tikus sawah (R. argentiventer), tikus
wirok (B. indica), tikus
hutan/belukar (R. tiomanicus), tikus
semak/padang (R. exulans), mencit
sawah (Mus caroli), dan tikus riul (R. norvegicus). Tiga jenis lainnya
diketahui menjadi hama di dalam rumah, yaitu tikus rumah (R. rattus diardi), mencit rumah (M. musculus dan M. cervicolor).
Di
Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat
mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang intensif
sering terlambat, karena baru dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas
dan berat. Oleh karena itu, usaha pengendalian tikus perlu memperhatikan
perilaku dan habitatnya, sehingga dapat mencapai sasaran. Tinggi rendahnya
tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman dan tinggi rendahnya populasi
tikus yang ada.
Morfologi
Tikus sawah mirip dengan tikus
rumah, tetapi telinga dan ekornya lebih pendek. Ekor biasanya lebih pendek dari
pada panjang kepala-badan, dengan rasio 96,4 ± 1,3%, telinga lebih pendek dari
pada telinga tikus rumah. Panjang kepala-badan 170-208 mm dan tungkai belakang
34-43 mm. Tubuh bagian atas berwarna coklat kekuningan dengan bercak hitam pada
rambut, sehingga berkesan berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, perut berwarna
putih dan sisanya putih kelabu. Tikus betina mempunyai 12 puting susu.
Habitat dan Perilaku
Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan
lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi tinggi, sehingga mudah tersebar di
dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali liang untuk berlindung
dan berkembang biak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan
tanggul irigasi.
Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis
makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling
disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah. Pada kondisi bera,
tikus sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium tanaman padi,
sejak pesemaian sampai panen. Tingkat kerusakan yang diakibatkan bervariasi
tergantung stadium tanaman.
Perkembangan
Jumlah anak tikus per induk beragam
antara 6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7 ekor
pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-8 ekor,
dengan rata-rata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun
mencapai 2-6 ekor, dengan rata-rata 4 ekor. Interval antar peranakan adalah
30-50 hari dalam kondisi normal.
Pada
satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk
mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah
cepat meningkatnya. Tikus betina cepat dewasa, pada umur 28 hari sudah siap
kawin dan dapat bunting. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata
21 hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya, pada umur
60 hari siap kawin. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan.
Sarang tikus pada pertanaman padi
masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif
lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan
melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter,
yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai
beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking
System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai
100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek
dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.
2.2.
Kerugian yang Ditimbulkan Oleh Hama Tikus
Tikus merupakan hama tanaman yang sangat merugikan
petani karena hal-hal sebagai berikut.
a. Menyerang tanaman pada masa persemaian, pertumbuhan,
pembungaan, panen, hingga masa penyimpanan.
b. Sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi yang
baik.
c. Memiliki kemampuan berkembang biak yang tinggi dan
penyebarannya
cepat. Tikus betina dapat melahirkan 4 sampai dengan 12 anak dalam satu siklus
reproduksi.
d. Memakan bagian tanaman seperti biji-bijian, umbi
tanaman, dan buah. Selain itu, tikus juga merusak batang tanaman.
2.3.
Komponen – Komponen PHT dalam Pengendalian Hama Tikus
a. Sanitasi
Lingkungan,dilakukan dalam bentuk membersihkan semak - semak dan rerumputan, membongkar liang dan
sarang serta tempat perlindungan lainnya. Dengan lingkungan yang bersih, tikus
akan merasa kurang mendapat tempat berlindung.
b. Fisik dan
Mekanis,Usaha pengendalian secara fisik maupun mekanis
meliputi semua cara secara fisik langsung membunuh tikus seperti dengan
pukulan, diburu dengan anjing, menggunakan perangkap tikus, penggunaan pagar
plastik dan lain sebagainya. Cara pengendalian ini biasanya memberikan hasil
yang memuaskan. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan secara mekanis
antara lain :
1) Gropyokan
yang dilakukan secara massal dilengkapi dengan alat pemukul, cangkul, emposan
tikus dengan cara menggali liang, mengempos asap belerang ke liang dan
menggalinya. Di beberapa daerah ada yang melakukan dengan bantuan regu anjing
yang telah terlatih untuk berburu tikus, senapan angin, yang dinilai cukup
efektif sesuai spesifik lokasi. Kegiatan gropyokan dilakukan setelah
panen hingga persemaian.
2)
Pembongkaran liang dilakukan pada saat bera atau persiapan tanam, sekaligus
membersihkan dan memperbaiki pematang sawah.
3) Perangkap bubu, dilakukan pada
persemaian yang dikombinasikan dengan pagar plastik, yang diprioritaskan pada
daerah endemis.
4) Perangkap
bambu 5-10 buah/ha dengan panjang 2 meter, diletakkan pada pematang sawah yang
tersebar pada jalur pergerakan tikus, saat kondisi pertanaman stadia vegetatif
hingga generatif.
5) Tanaman
perangkap menggunakan varietas padi yang genjah dengan luas berkisar 27 x 75 m2
dengan waktu tanam 20 hari lebih awal dan kemudian di pasang pagar plastik yang
dikombinasikan dengan bubu perangkap.
6) Perangkap bubu linier (Linier
Trap Barrier System) yang dapat dipasang pada waktu pertanaman padi mulai dari
persemaian hingga panen. Teknologi ini sangat efektif digunakan untuk menangkap
tikus dari arah habitat tikus yang berbatasan dengan tanaman padi sehingga
menghambat migrasi tikus. Idealnya perdesa memiliki minimal 5 unit LTBS (1
unit/50 meter)
c. Mengatur waktu tanam
Dengan
mengatur waktu tanam, jangka waktu tersedianya makanan yang disukai tikus akan
terbatas dan diselingi dengan masa yang kurang menguntungkan bagi
perkembangbiakan tikus. Pengaturan waktu tanam ini dilaksanakan dengan menanam
dalam waktu singkat untuk wilayah yang cukup luas (tanam serentak). Diupayakan
agar waktu tanam dengan selang < 10 hari dalam areal yang luas, sehingga
masa generatif hampir serentak. Dengan
demikian masa perkembangbiakan tikus hanya berlangsung dalam waktu yang
singkat. Karena daya jelajah tikus sampai + 2 km, maka penanaman
serentak hendaknya meliputi areal paling sedikit seluas + 300 ha. Mengurangi
ukuran pematang di sekitar sawah, sehingga mempersulit tikus membuat liang.
Pematang sebaiknya berukuran <30 cm. Bersihkan rumput-rumput, semak-semak
serta tumpukan jerami, yang biasanya menjadi tempat persembunyian tikus.
d .Konservasi
dan Pemanfaatan Musuh Alami
Banyak
dijumpai musuh alami tikus di lapangan . Namun demikian banyak pula yang
kehidupannya semakin terdesak oleh ulah manusia karena masyarakat kurang
mengerti tentang kegunaan musuh alami tersebut. Upaya yang diperlukan terutama
menumbuhkan opini masyarakat tentang arti pentingnya kehidupan musuh alami
tikus yang ada di lapangan.
Salah satu contoh musuh alami yang dapat memberikan
prospek yang baik adalah burung hantu (Tyto alba), karena daya
membunuhnya yang tinggi dan dapat dikembangbiakan. Musuh alami lainnya adalah
ular, kucing dan anjing. Khususnya ular populasinya sudah semakin sedikit
akibat seringnya di bunuh oleh manusia. Oleh sebab itu usaha konservasinya
perlu ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan baik bagi petani maupun
masyarakat lainnya.
e.
Penerapan Pengaturan
Mengingat upaya pengendalian hama tikus yang khas maka
di tingkat lapang penerapannya harus dikuatkan melalui
kebijakan dari instansi terkait dalam hal ini adalah Pemda setempat.
Kebijakan/regulasi yang diperlukan (dapat berupa instruksi, keputusan Perda,
dsb) di bidang perlindungan tanaman seperti larangan perburuan terhadap satwa
pemangsa (predator) hama tikus, pembentukan regu pengendalian, kewaspadaan
terhadap timbulnya serangan dll.
f.
Penggunaan Bahan kimiawi
Pengendalian tikus dengan bahan kimia adalah
menggunakan racun tikus (rodentisida) dan gas beracun (fumigasi).
Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri dari dua jenis yaitu
rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang disenangi tikus (seperti;
beras, jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida siap pakai yaitu
umpan yang telah mengandung racun. Penggunaan rodentisida didasarkan atas
adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya pengamatan atas jejak tikus, kotoran
tikus atau gejala serangan tikus.
Berdasarkan cara kerjanya, rodentisida dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu rodentisida akut dan rodentisida kronis (anti
koagulan). Rodentisida akut bekerja cepat, kematian biasanya terjadi 3-14 jam
setelah peracunan. Kelemahan rodentisida akut adalah dapat menimbulkan jera
umpan, sedangkan rodentisida kronis adalah racun yang daya bunuhnya lambat dan
tidak menimbulkan jera umpan. Kematian terjadi beberapa hari kemudian setelah
memakan umpan racun kronis tersebut.
Untuk melindungi umpan dari hujan dan agar tidak
termakan hewan peliharaan, gunakan tempat umpan yang diletakkan di galengan
dekat dengan tempat-tempat tikus bersembunyi atau dekat dengan liang-liang
tikus serta di jalan-jalan/tempat-tempat yang biasanya dilewati tikus. Jarak
antara tempat umpan + 50 meter. Masing-masing tempat umpan di isi
10-15 g.
Pengendalian dengan menggunakan gas beracun dilakukan
pada periode tanaman padi mencapai stadium bunting sampai bermalai. Cara
pelaksanaannya adalah menggunakan emposan yaitu dengan cara membakar merang
yang telah diisi belerang. Gas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran
tersebut dihembuskan ke dalam liang tikus menutup semua ruang-ruang/celah-celah
yang memungkinkan tikus lari.
BAB
III
SIMPULAN
3.1.
Simpulan
1. Hama tikus merupakan hama tanaman yang sangat merugikan
petani karena tikus menyerang tanaman
padi mulai dari masa persemaian sampai penyimpanan, memiliki kemampuan
reproduksi tinggi, daya adaptasi yang baik serta menyerang semua bagian padi.
2.
Hama tikus dikendalikan dengan PHT yang meliputi sanitasi lingkungan, pengendalian
fisik mekanis, pengaturan waktu tanam, konservasi dan pemanfaatan musuh alami,
penerapan pengaturan, serta pemanfaatkan bahan kimiawi.
DAFTAR
PUSTAKA
Administrator. 2013. Pengendalian
Hama Tikus. [cited2014April21] Available from: http://pusdatin.setjen.deptan.go.id/ditjentp/berita-pengendalian-hama
tikus.html.
Iman, P. 2013. Hama
Tikus.[cited2014April22] Available from: http:// cybex. deptan.go.id/penyuluhan/mengendalikan-hama-tikus-sawah-dengan-
pestisida - nabati.
Lucky Club Casino Site - VIP Casino Reviews
BalasHapusLucky Club is a gambling establishment that was established in 1997. It's owned and operated luckyclub.live by the company, Sisal, under a group of Maltese