Rabu, 17 September 2014

PENGENDALIAN HAMA TERPADU:HAMA TIKUS



 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Tikus sawah (Rattus argentiventer : Robb & Kloss) merupakan salah satu hama utama padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal panen. Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap musim tanam dengan kerusakan mencapai 15-20% tiap tahunnya (Anonim, 2011).Dalam usaha mengatasi masalah tikus berbagai alternatif pengendalian telah dilakukan, baik secara kultur teknis, fisik mekanik, maupun secara kimia. Sunarjo, (1992) mengemukakan bahwa pengendalian hama tikus secara kimiawi merupakan alternatif yang paling umum dilakukan karena hasilnya dapat segera terlihat dan mudah diaplikasikan pada areal yang luas. Namun disisi lain juga, optimalisasi musuh alami tikus masih kurang, karena musuh alami tikus seperti ular malah menjadi objek buruan oleh para petani, sehingga hal ini juga berakibat meningkatkan populasi tikus tersebut.
     Sehingga dengan adanya fenomena – fenomena tersebut perlu adanya penanggulan hama tikus secara efektif dan efisien dalam bentuk PHT (Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu), pengendalian ini merupakan pengendalian hama yang memang sudah dirancang secara terpadu untuk mengurangi populasi hama secara tepat melalui beberapa tahap yang efektif dan efisien sesuai aturan. Penerapan PHT ini diharapkan nantinya akan berdampak positif dalam pengendalian terutama hama tikus yang akan kami bahas dalam makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan hama tikus?
2.      Apa kerugian yang ditimbulkan oleh hama tikus?
3.      Bagaimana pengendalian hama tikus dengan komponen PHT?

1.3. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian hama tikus
2.      Untuk mengetahui kerugian yang ditimbulkan oleh hama tikus
3.      Untuk mengetahui cara pengendalian hama tikus dengan komponen PHT


BAB II
PEMBAHASAN
3.1    Hama Tikus
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap musim. Tikus menyerang semua stadium tanaman padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang berarti. Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus, sekitar 50 jenis di antaranya termasuk genera Bandicota, Rattus, dan Mus. Enam jenis tikus lebih banyak dikenal karena merugikan manusia di luar rumah, yaitu: tikus sawah (R. argentiventer), tikus wirok (B. indica), tikus hutan/belukar (R. tiomanicus), tikus semak/padang (R. exulans), mencit sawah (Mus caroli), dan tikus riul (R. norvegicus). Tiga jenis lainnya diketahui menjadi hama di dalam rumah, yaitu tikus rumah (R. rattus diardi), mencit rumah (M. musculus dan M. cervicolor).
Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang intensif sering terlambat, karena baru dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas dan berat. Oleh karena itu, usaha pengendalian tikus perlu memperhatikan perilaku dan habitatnya, sehingga dapat mencapai sasaran. Tinggi rendahnya tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman dan tinggi rendahnya populasi tikus yang ada.
Morfologi
Tikus sawah mirip dengan tikus rumah, tetapi telinga dan ekornya lebih pendek. Ekor biasanya lebih pendek dari pada panjang kepala-badan, dengan rasio 96,4 ± 1,3%, telinga lebih pendek dari pada telinga tikus rumah. Panjang kepala-badan 170-208 mm dan tungkai belakang 34-43 mm. Tubuh bagian atas berwarna coklat kekuningan dengan bercak hitam pada rambut, sehingga berkesan berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, perut berwarna putih dan sisanya putih kelabu. Tikus betina mempunyai 12 puting susu.


  Habitat dan Perilaku
Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi tinggi, sehingga mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali liang untuk berlindung dan berkembang biak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan tanggul irigasi.
Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah. Pada kondisi bera, tikus sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium tanaman padi, sejak pesemaian sampai panen. Tingkat kerusakan yang diakibatkan bervariasi tergantung stadium tanaman.
  Perkembangan
Jumlah anak tikus per induk beragam antara 6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7 ekor pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-8 ekor, dengan rata-rata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun mencapai 2-6 ekor, dengan rata-rata 4 ekor. Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam kondisi normal.
            Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina cepat dewasa, pada umur 28 hari sudah siap kawin dan dapat bunting. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya, pada umur 60 hari siap kawin. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan.
Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.
 
2.2. Kerugian yang Ditimbulkan Oleh Hama Tikus
Tikus merupakan hama tanaman yang sangat merugikan petani karena hal-hal sebagai berikut.
a.       Menyerang tanaman pada masa persemaian, pertumbuhan, pembungaan, panen, hingga masa penyimpanan.
b.      Sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi yang baik.
c.       Memiliki kemampuan berkembang biak yang tinggi dan  penyebarannya cepat. Tikus betina dapat melahirkan 4 sampai dengan 12 anak dalam satu siklus reproduksi.
d.      Memakan bagian tanaman seperti biji-bijian, umbi tanaman, dan buah. Selain itu, tikus juga merusak batang tanaman.
2.3. Komponen – Komponen PHT dalam Pengendalian Hama Tikus
a. Sanitasi Lingkungan,dilakukan dalam bentuk membersihkan semak -  semak dan rerumputan, membongkar liang dan sarang serta tempat perlindungan lainnya. Dengan lingkungan yang bersih, tikus akan merasa kurang mendapat tempat berlindung.
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/root/Hasil-Tangkapan-gropyokan.jpg
b. Fisik dan Mekanis,Usaha pengendalian secara fisik maupun mekanis meliputi semua cara secara fisik langsung membunuh tikus seperti dengan pukulan, diburu dengan anjing, menggunakan perangkap tikus, penggunaan pagar plastik dan lain sebagainya. Cara pengendalian ini biasanya memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan secara mekanis antara lain :
1) Gropyokan yang dilakukan secara massal dilengkapi dengan alat pemukul, cangkul, emposan tikus dengan cara menggali liang, mengempos asap belerang ke liang dan menggalinya. Di beberapa daerah ada yang melakukan dengan bantuan regu anjing yang telah terlatih untuk berburu tikus, senapan angin, yang dinilai cukup efektif sesuai spesifik lokasi.  Kegiatan gropyokan dilakukan setelah panen hingga persemaian.








http://diperta.jabarprov.go.id/assets/root/liang-aktif.jpg2)  Pembongkaran liang dilakukan pada saat bera atau persiapan tanam, sekaligus membersihkan dan memperbaiki pematang sawah.








http://diperta.jabarprov.go.id/assets/root/bongkar-liang-tikus.jpg3) Perangkap bubu, dilakukan pada persemaian yang dikombinasikan dengan pagar plastik, yang diprioritaskan pada daerah endemis.









4) Perangkap bambu 5-10 buah/ha dengan panjang 2 meter, diletakkan pada pematang sawah yang tersebar pada jalur pergerakan tikus, saat kondisi pertanaman stadia vegetatif hingga generatif.
5) Tanaman perangkap menggunakan varietas padi yang genjah dengan luas berkisar 27 x 75 m2 dengan waktu tanam 20 hari lebih awal dan kemudian di pasang pagar plastik yang dikombinasikan dengan bubu perangkap.
    
6) Perangkap bubu linier (Linier Trap Barrier System) yang dapat dipasang pada waktu pertanaman padi mulai dari persemaian hingga panen. Teknologi ini sangat efektif digunakan untuk menangkap tikus dari arah habitat tikus yang berbatasan dengan tanaman padi sehingga menghambat migrasi tikus. Idealnya perdesa memiliki minimal 5 unit LTBS (1 unit/50 meter)




    








 
c.  Mengatur waktu tanam
Dengan mengatur waktu tanam, jangka waktu tersedianya makanan yang disukai tikus akan terbatas dan diselingi dengan masa yang kurang menguntungkan bagi perkembangbiakan tikus. Pengaturan waktu tanam ini dilaksanakan dengan menanam dalam waktu singkat untuk wilayah yang cukup luas (tanam serentak). Diupayakan agar waktu tanam dengan selang < 10 hari dalam areal yang luas, sehingga masa generatif hampir  serentak. Dengan demikian masa perkembangbiakan tikus hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Karena daya jelajah tikus sampai + 2 km, maka penanaman serentak hendaknya meliputi areal paling sedikit seluas ­+ 300 ha. Mengurangi ukuran pematang di sekitar sawah, sehingga mempersulit tikus membuat liang. Pematang sebaiknya berukuran <30 cm. Bersihkan rumput-rumput, semak-semak serta tumpukan jerami, yang biasanya menjadi tempat persembunyian tikus.
d .Konservasi dan Pemanfaatan Musuh Alami
Banyak dijumpai musuh alami tikus di lapangan . Namun demikian banyak pula yang kehidupannya semakin terdesak oleh ulah manusia karena masyarakat kurang mengerti tentang kegunaan musuh alami tersebut. Upaya yang diperlukan terutama menumbuhkan opini masyarakat tentang arti pentingnya kehidupan musuh alami tikus yang ada di lapangan. 
Salah satu contoh musuh alami yang dapat memberikan prospek yang baik adalah burung hantu (Tyto alba), karena daya membunuhnya yang tinggi dan dapat dikembangbiakan. Musuh alami lainnya adalah ular, kucing dan anjing. Khususnya ular populasinya sudah semakin sedikit akibat seringnya di bunuh oleh manusia. Oleh sebab itu usaha konservasinya perlu ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan baik bagi petani maupun masyarakat lainnya.
e.       Penerapan Pengaturan
Mengingat upaya pengendalian hama tikus yang khas maka di tingkat  lapang penerapannya harus dikuatkan   melalui kebijakan dari instansi terkait dalam hal ini adalah Pemda setempat. Kebijakan/regulasi yang diperlukan (dapat berupa instruksi, keputusan Perda, dsb) di bidang perlindungan tanaman seperti larangan perburuan terhadap satwa pemangsa (predator) hama tikus, pembentukan regu pengendalian, kewaspadaan terhadap timbulnya serangan dll.

f.       Penggunaan Bahan kimiawi
Pengendalian tikus dengan bahan kimia adalah menggunakan racun tikus (rodentisida) dan gas beracun (fumigasi).  Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri dari dua jenis yaitu rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang disenangi tikus (seperti; beras, jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida siap pakai yaitu umpan yang telah mengandung racun.  Penggunaan rodentisida didasarkan atas adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya pengamatan atas jejak tikus, kotoran tikus atau gejala serangan tikus.

http://diperta.jabarprov.go.id/assets/root/liang-aktif.jpg,http://diperta.jabarprov.go.id/assets/root/penggunaan-emposan.jpg 








Berdasarkan cara kerjanya, rodentisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida akut dan rodentisida kronis (anti koagulan). Rodentisida akut bekerja cepat, kematian biasanya terjadi 3-14 jam setelah peracunan. Kelemahan rodentisida akut adalah dapat menimbulkan jera umpan, sedangkan rodentisida kronis adalah racun yang daya bunuhnya lambat dan tidak menimbulkan jera umpan. Kematian terjadi beberapa hari kemudian setelah memakan umpan racun kronis tersebut.
Untuk melindungi umpan dari hujan dan agar tidak termakan hewan peliharaan, gunakan tempat umpan yang diletakkan di galengan dekat dengan tempat-tempat tikus bersembunyi atau dekat dengan liang-liang tikus serta di jalan-jalan/tempat-tempat yang biasanya dilewati tikus. Jarak antara tempat umpan  + 50 meter. Masing-masing tempat umpan di isi 10-15 g.
Pengendalian dengan menggunakan gas beracun dilakukan pada periode tanaman padi mencapai stadium bunting sampai bermalai. Cara pelaksanaannya adalah menggunakan emposan yaitu dengan cara membakar merang yang telah diisi belerang.  Gas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dihembuskan ke dalam liang tikus menutup semua ruang-ruang/celah-celah yang memungkinkan tikus lari.


  
 BAB III
SIMPULAN
3.1. Simpulan
1. Hama tikus merupakan hama tanaman yang sangat merugikan petani  karena tikus menyerang tanaman padi mulai dari masa persemaian sampai penyimpanan, memiliki kemampuan reproduksi tinggi, daya adaptasi yang baik serta menyerang semua bagian padi.
2.  Hama tikus dikendalikan dengan PHT yang meliputi sanitasi lingkungan, pengendalian fisik mekanis, pengaturan waktu tanam, konservasi dan pemanfaatan musuh alami, penerapan pengaturan, serta pemanfaatkan bahan kimiawi. 



DAFTAR PUSTAKA
Administrator. 2013. Pengendalian Hama Tikus. [cited2014April21] Available from: http://pusdatin.setjen.deptan.go.id/ditjentp/berita-pengendalian-hama tikus.html.

Iman, P. 2013. Hama Tikus.[cited2014April22] Available from: http:// cybex.   deptan.go.id/penyuluhan/mengendalikan-hama-tikus-sawah-dengan- pestisida - nabati.
 



1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site - VIP Casino Reviews
    Lucky Club is a gambling establishment that was established in 1997. It's owned and operated luckyclub.live by the company, Sisal, under a group of Maltese

    BalasHapus